Hukum Membaca Surat Yasin dan Doa Berjamaah di Kuburan
Asy-Syaikh
Al-’Utsaimin rahimahullah ditanya: Apa hukum membaca surat Yasin
sesudah menguburkan mayat, serta apa hukum adzan di kuburan setelah
memasukkan mayat ke liang lahat?
Beliau rahimahullah menjawab:
Membaca surat Yasin di atas kubur seseorang adalah bid’ah yang tidak ada asalnya (dalil), demikian juga membaca Al Qur’an setelah penguburan mayat. Hal itu bukanlah Sunnah, bahkan perbuatan itu adalah bid’ah. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika telah selesai dari menguburkan mayat, beliau berdiri di atasnya dan berkata:
“Mintakanlah ampun bagi saudara kalian ini dan mohonkanlah baginya keteguhan. Sesungguhnya sekarang ini ia sedang ditanya.” [1]
Tidak pernah ada keterangan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wasallam membaca Al Qur’an di atas kubur dan tidak pula memerintahkannya.
Beliau rahimahullah juga ditanya: Apakah hukum berdoa secara berjamaah disamping kuburan di mana salah satu dari mereka berdoa dan yang lainnya mengaminkan?
Maka beliau rahimahullah pun menjawab:
Hal ini tidak termasuk sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan bukan pula sunnah para khalifah yang empat. Tidak lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hanya mengajarkan kepada mereka untuk memintakan ampunan bagi mayit dan memohonkan keteguhan baginya. Semua itu dilakukan dengan sendiri-sendiri dan tidak dengan cara berjamaah.
Sumber: Kumpulan Fatwa Lengkap Tentang Ta’ziah oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin (penerjemah: ‘Aisyah Muhammad Bashori), penerbit: Cahaya Tauhid Press hal. 55 dan 60.
إن لكل شيء قلبا, وإن قلب القرآن (يس) , من قرأها فكأنما قرأ القرآن عشر مرات
“Sesungguhnya segala sesuatu memiliki hati, sedang hatinya Al-Qur’an adalah Surat Yasin. Barang siapa yang membacanya, maka seakan-akan ia telah membaca Al-Qua’an sebanyak 10 kali”. [HR. At-Tirmidziy dalam As-Sunan (4/46), dan Ad-Darimiy dalam Sunan-nya (2/456)]
Hadits ini adalah hadits maudhu’ (palsu), karena dalam sanadnya terdapat dua rawi hadits yang tertuduh dusta, yaitu: Harun Abu Muhammad, dan Muqotil bin Sulaiman. Karenanya, Ahli Hadits zaman ini, yaitu Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albaniy -rahimahullah- menggolongkannya sebagai hadits palsu dalam kitabnya As-Silsilah Adh-Dho’ifah (no.169).
Sumber : Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 19 Tahun I. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Muhammad Mulyadi. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201).
إقرؤوا على موتاكم يس
“Bacalah pada mayit-mayit kalian surat Yasin” hal.147.
Hadits ini Riwayat Abu Dawud Ibnu Majah dan lain-lain, didalamnya terdapat tiga cacat:
- Kemajhulan (tidak ada rekomendasi/komentar dari ulama ahli hadits) rawinya yang bernama Abu Utsman.
- Kemajhulan ayahnya.
- Idlthirab (kegoncangan pada sanadnya)
Hadit ini didha’ifkan oleh Ibnul Qhaththan, Ad Daruqhuthni dan Al Albani. Lihat perinciannya dalam Irwa’ul Ghalil karya al Albani hadits no:688.
من قرأ يس في ليلة أصبح مغفورا له…
“Barangsiapa yang membaca Yasin dalam satu malam maka di pagi harinya dalam keadaan diampuni dosanya”, Kitabush shalah, hal.146. Asy Syaikh al Albani mendho’ifkannya dalam Dha’iful Jami’:5787.
من قرأ يس كتب الله بقرائتها قرآءة القرآن عشر مرات
“Barangsiapa yang membaca Yasin maka Allah tuliskan dengan membacanya sama dengan membaca Al Quran 10 kali”, hal.146.
Asy Syekh al Albani mengatakan: Maudhu’ (palsu) karena ada rawi yang bernama Harun Abi Muhammad, azd Dzahabi menuduhnya sebagai pendusta [lihat perinciannya dalam Silsilah al Ahadits adh Dhaifah, no:169]
____________________
[HR. Abu Dawud II/70, Al Hakim I/370, Al Baihaqi IV/56, Abdullah bin Ahmad dalam Zawaid Az Zuhd hal. 129 berkata Al Hakim: “Shahih sanadnya dan disepakati oleh Adz Dzahabi.” Berkata An Nawawi (V/292): “Sanadnya jayyid (bagus).” Lihat Ahkamul Janaiz hal. 198. (-pent)
Hadist-hadist Tentang Keutamaan Surah Yasin, Satupun Tidak Ada yang Shohih (Bag. 1)
Penulis: Al-Ustadz Abul Mundzir Dzul-Akmal As-Salafy
Hadist pertama :
——————————————–
Sumber : Buletin Jum’at Ta’zhim As-Sunnah Edisi XI Sya’ban 1428 H
http://www.tazhim-assunnah.co.nr/
Beliau rahimahullah menjawab:
Membaca surat Yasin di atas kubur seseorang adalah bid’ah yang tidak ada asalnya (dalil), demikian juga membaca Al Qur’an setelah penguburan mayat. Hal itu bukanlah Sunnah, bahkan perbuatan itu adalah bid’ah. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika telah selesai dari menguburkan mayat, beliau berdiri di atasnya dan berkata:
“Mintakanlah ampun bagi saudara kalian ini dan mohonkanlah baginya keteguhan. Sesungguhnya sekarang ini ia sedang ditanya.” [1]
Tidak pernah ada keterangan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wasallam membaca Al Qur’an di atas kubur dan tidak pula memerintahkannya.
Beliau rahimahullah juga ditanya: Apakah hukum berdoa secara berjamaah disamping kuburan di mana salah satu dari mereka berdoa dan yang lainnya mengaminkan?
Maka beliau rahimahullah pun menjawab:
Hal ini tidak termasuk sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan bukan pula sunnah para khalifah yang empat. Tidak lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hanya mengajarkan kepada mereka untuk memintakan ampunan bagi mayit dan memohonkan keteguhan baginya. Semua itu dilakukan dengan sendiri-sendiri dan tidak dengan cara berjamaah.
Sumber: Kumpulan Fatwa Lengkap Tentang Ta’ziah oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin (penerjemah: ‘Aisyah Muhammad Bashori), penerbit: Cahaya Tauhid Press hal. 55 dan 60.
Surat Yasin Hatinya Al-Qur’an
Banyak hadits-hadits yang tersebar di kalangan masyarakat menjelaskan keutamaankeutamaan sebaian surat-surat Al-Qur’an. Namun sayangnya, banyak diantara hadits itu yang lemah, bahkan palsu. Maka cobalah perhatikan hadits berikut:إن لكل شيء قلبا, وإن قلب القرآن (يس) , من قرأها فكأنما قرأ القرآن عشر مرات
“Sesungguhnya segala sesuatu memiliki hati, sedang hatinya Al-Qur’an adalah Surat Yasin. Barang siapa yang membacanya, maka seakan-akan ia telah membaca Al-Qua’an sebanyak 10 kali”. [HR. At-Tirmidziy dalam As-Sunan (4/46), dan Ad-Darimiy dalam Sunan-nya (2/456)]
Hadits ini adalah hadits maudhu’ (palsu), karena dalam sanadnya terdapat dua rawi hadits yang tertuduh dusta, yaitu: Harun Abu Muhammad, dan Muqotil bin Sulaiman. Karenanya, Ahli Hadits zaman ini, yaitu Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albaniy -rahimahullah- menggolongkannya sebagai hadits palsu dalam kitabnya As-Silsilah Adh-Dho’ifah (no.169).
Sumber : Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 19 Tahun I. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Muhammad Mulyadi. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201).
إقرؤوا على موتاكم يس
“Bacalah pada mayit-mayit kalian surat Yasin” hal.147.
Hadits ini Riwayat Abu Dawud Ibnu Majah dan lain-lain, didalamnya terdapat tiga cacat:
- Kemajhulan (tidak ada rekomendasi/komentar dari ulama ahli hadits) rawinya yang bernama Abu Utsman.
- Kemajhulan ayahnya.
- Idlthirab (kegoncangan pada sanadnya)
Hadit ini didha’ifkan oleh Ibnul Qhaththan, Ad Daruqhuthni dan Al Albani. Lihat perinciannya dalam Irwa’ul Ghalil karya al Albani hadits no:688.
من قرأ يس في ليلة أصبح مغفورا له…
“Barangsiapa yang membaca Yasin dalam satu malam maka di pagi harinya dalam keadaan diampuni dosanya”, Kitabush shalah, hal.146. Asy Syaikh al Albani mendho’ifkannya dalam Dha’iful Jami’:5787.
من قرأ يس كتب الله بقرائتها قرآءة القرآن عشر مرات
“Barangsiapa yang membaca Yasin maka Allah tuliskan dengan membacanya sama dengan membaca Al Quran 10 kali”, hal.146.
Asy Syekh al Albani mengatakan: Maudhu’ (palsu) karena ada rawi yang bernama Harun Abi Muhammad, azd Dzahabi menuduhnya sebagai pendusta [lihat perinciannya dalam Silsilah al Ahadits adh Dhaifah, no:169]
____________________
[HR. Abu Dawud II/70, Al Hakim I/370, Al Baihaqi IV/56, Abdullah bin Ahmad dalam Zawaid Az Zuhd hal. 129 berkata Al Hakim: “Shahih sanadnya dan disepakati oleh Adz Dzahabi.” Berkata An Nawawi (V/292): “Sanadnya jayyid (bagus).” Lihat Ahkamul Janaiz hal. 198. (-pent)
Hadist-hadist Tentang Keutamaan Surah Yasin, Satupun Tidak Ada yang Shohih (Bag. 1)
Penulis: Al-Ustadz Abul Mundzir Dzul-Akmal As-SalafyHadist pertama :
عن معقل بن يسار رضي الله عنه: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال:
"قلب القرآن ((يس))، لا يقرؤها رجل يريد الله والدار الآخرة: إلا غفر الله
له، اقرؤها على موتكم."
Artinya : “Hati al Qur`aan adalah “Yaasin”, tidaklah
membacanya seorang lelaki yang menginginkan Allah dan kehidupan akhirat;
kecuali Allah Ta`aala akan memberikan ampunan baginya, bacakanlah
“Yaasin” itu atas orang yang meninggal diantara kalian.”
Asy Syaikh al Albaaniy rahimahullah telah berkata : “Hadist ini
dho`iif (lemah), diriwayatkan oleh: Ahmad, Abu Daawud, an Nasaaiiy dan
lafadz ini bagi an Nasaaiiy , dan Ibnu Maajah, dan al Haakim dan
dishohihkan olehnya.[1]
Hadist kedua :
“إن لكل شيء قلبا، وقلب القرآن ((يس))، ومن قرأ ((يس)): كتب الله له بقراءتها قراءة القرآن عشر مرات.”
Artinya : “Sesungguhnya bagi
segala sesuatu ada hati, dan hati al Qur`aan adalah “Yaasin”, dan barang
siapa membaca “Yaasin”: Allah Tabaaraka wa Ta`aala menuliskan baginya
dengan bacaannya itu seperti membaca al Qur`aan sepuluh kali.”
Ada tambahan riwayat :
“دون ((يس)).”
“Tanpa disebutkan “Yaasin.” [2]
Berkata asy Syaikh al Albaaniy rahimahullahu Ta`aala : Hadist ini Maudhuu` (palsu).
Berkata Abu `Iisaa (al Imam at Tirmidziy) : “Hadist ini hasan ghariib
tidak kami ketahui kecuali hadist dari Humeiid bin `Abdurrahman, dan di
Bashrah mereka tidak mengetahui dari hadist Qataadah kecuali dari jalan
ini. Dan Haaruun Abu Muhammad seorang syaikh yang majhuul (tidak
dikenal).
Berkata al Imam at Tirmidziy : telah menghadistkan kepada kami Abu
Muusa Muhammad bin al Mutsanna; telah menghadistkan kepada kami Ahmad
bin Sa`iid ad Daarimiy; telah menghadistkan kepada kami Qutaibah dari
Humeid bin `Abdurrahman dengan hadist ini.
Hadist ketiga :
Dan pada bab ini juga dari jalan Abu Bakr as Shiddiiq, tidak shohih dari sisi sanadnya, isnadnya lemah. [3]
وعن جندب رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : “من قرأ ((يس)) في ليلة ابتغاء وجه الله: غفر له.”
Artinya : Dari Jundub
radhiallahu `anhu berkata : berkata Rasulullahi Shollallahu `alaihi wa
Sallam : “Barang siapa yang membaca “Yaasin” pada malam hari mencari
Wajah Allah, Allah Tabaaraka wa Ta`aala mengampuni dosanya.” [4]
Berkata asy Syaikh al Baaniy rahimahullahu `Ta`aala : Hadist ini dho`iif (lemah).
—————————————–
[1] Berkata asy Syaikh al Albaaniy rahimahullahu Ta`aala: “Tidak
terdapat disisi yang lainnya kecuali perintah untuk membacanya, kemudian
disisi an Nasaaiiy di “al `Amal” dan lafadznya :
((ويس)) قلب…))
Isyaarah secara ringkas, secara sempurna riwayat ini terdapat di “al
Musnad”, sedangkan dalam sanadnya terdapat para rawi yang majhuul dan
juga sanadnya goncang, dan dikeluarkan juga di dalam : “ad
Dho`iifah” no. (6843).
6843- ( “البقرة” سنام القرآن وذروته، ونزل مع كل آية منها ثمانون
ملكا، واستخرجت ((الله لا إله إلا هو الحي القيوم)) من تحت العرش فوصلت
بها-أو : فوصلت ب-سورة ((البقرة))، و((يس)) قلب القرآن، لا يقرؤها رجل يريد
الله تبارك وتعالى والدار الآخرة، إلا غفر له، واقرؤوها على موتكم).
Artinya : “al Baqarah adalah puncak al Quraan dan yang tertinggi,
dan turun bersama setiap ayat dari al Baqarah tersebut delapan puluh
orang Malaikat, dan dikeluarkan ayat al Kursi dari bawah al `Arsy maka
disambungkan dengan surah al Baqarah, dan Yasin adalah hati daripada al
Quraan, tidaklah membacanya seorang lelaki yang menginginkan Allah
Tabaaraka wa Ta`aala dan kehidupan akhirat; kecuali diampuni dia, dan
bacakanlah Yasin itu atas orang mati.”
Asy Syaikh al Albaaniy rahimahullahu Ta`aala berkata : Munkar.
Dikeluarkan oleh Ahmad (5/26) : telah menghadistkan kepada kami `Aarim:
telah menghadistkan kepada kami Mu`tamir dari bapaknya dari seorang
lelaki dari bapaknya dari Ma`qil bin Yasaar marfuu`an.
Dan telah diriwayatkan juga oleh an Nasaaiiy di “`Amalul Yaum wal
Lailah” (581/1075) dari jalan lain dari Mu`tamar; secara ringkas atas
perkataan :
و ((يس)) …… إلخ.
Dan dikeluarkan oleh Abu Daawud dan Jamaa`ah bahagian terakhir
darinya. Dan riwayat lain bagi Ahmad (5/27), dan an Nasaaiiy (1074),
dari jalan Sulaimaan at Taimiy dari Abi `Utsmaan- bukan an Nahdiy- dari
bapaknya dari Ma`qil bin Yasaar.
Berkata asy Syaikh al Albaaniy rahimahullahu Ta`aala: “ini sanadnya
dho`iif; dikarenakan tidak dikenalnya lelaki dan bapaknya dalam sanad
ini, adapun perkataan al Haitsamiy di “al Majma`” (6/311): “telah
meriwayatkan Ahmad, padanya ada seorang rawi tidak disebutkan namanya,
sementara rawi rawi yang lainnya adalah rawi rawi shohih.”
Berkata asy Syaikh al Albaaniy : “padanya ada kelalaian…., dan yang
benar dikatakan : “dua orang rawi yang tidak disebutkan nama mereka.”
Padanya ada kecacatan selain itu; yaitu : goncangnya sanad hadist
ini; lihat kembali di “al Irwaa”(3/150-151) kalau kamu ingin, dan
padanya : bahwa ad Daaruquthniy berkata : “Hadist ini dho`iiful isnad,
majhuulul matan, tidak satupun hadist shohih dalam hal ini.”
Oleh karenanya; tidak baik sebenarnya al Mundziriy mendiaminya
di “at Targhiib” (2/222/1) dan menampilkannya dengan kata kata : “`An”!,
demikian juga asy Syaikh an Naajiy di “`Ujaalatuhu”(Q146/1), sekira
kira disibukan bantahan terhadapnya; karena dia memuthlakkan
penyandarannya terhadap an Nasaaiiy, sepantasnya bagi dia untuk
mengikatkannya dengan “`Amalul Yaum wal Lailah.” (ad
Dho`iifah 14/2/787-788 no.6843).
Diriwayat lain :
6844- (إني فرضت على أمتي قراءة ((يس)) كل ليلة، فمن داوم على قراءتها كل ليلة ثم مات، مات شهيدا).
Artinya : “Sesungguhnya saya telah mewajibkan atas ummat saya
membaca surah Yasin setiap malam, maka barang siapa yang selalu
membacanya setiap malam, kemudian dia maninggal, meninggalnya dalam
keadaan syahiid.”
Berkata asy Syaikh al Albaaniy : Hadist ini Maudhuu` (palsu).
Diriwayatkan oleh Abu asy Syaikh di “as Tsawab”, dari jalannya asy
Syaikh as Syajriy di “al Amaaliy” (1/118) berkata : telah menghadistkan
pada kami Ibnu Abi `Aashim : telah menghadistkan pada kami `Umar bin
Hafsh al Washaabiy : telah menghadistkan pada kami Sa`iid bin Muusaa :
telah menghadistkan pada kami Rabaah bin Zaid dari Ma`mar dari az Zuhriy
dari Anas marfuu`.
As Sayuuthiy menampilkan riwayat ini di “Dzeilul Ahaadiist al
Maudhuu`ah” (hal.24) dari riwayat Abi asy Syaikh, kemudian beliau
berkata : “Sa`iid rawi yang dituduh”. Diakui oleh Ibnu `Iraaq
di“Tanziihus Syarii`ah” (1/267).
Dan dari jalan al Washaabiy disebutkan bahagian yang kedua darinya-
“barang siapa mengamalkannya terus menerus….”- at Thobbaraaniy di “al
Mu`jamus Shoghiir” (hal.210-Hindiyah), dari jalannya al Khathiib di “at
Taariikh) (3/245), dan berkata at Thobbaraaniy : “menyendiri dengannya
Sa`iid.” Berkata al Haitsamiy di “al Majma`” (7/97) : “diriwayatkan oleh
at Thobbaraaniy di “as Shoghiir”, padanya ada Sa`iid bin Muusaa al
Azdiy, dia pendusta.”
Baginya masih ada hadist hadist yang lain, maudhuu` (palsu) sangat
jelas kepalsuannya, salah satunya di “as Sunnah” oleh Ibnu Abi `Aashim
(1/305-306/696).
Telah lewat baginya hadist yang ketiga dengan no. 594. (ad Dho`iifah 14/2/789 no.6844).
[2] Asy Syaikh al Albaaniy berkata : “Tambahan ini tidak terdapat
dalam sunan at Tirmidziy, tidak terdapat sedikitpun dari hadist hadist
“Yaasin”, dan as Sayuuthiy telah menampilkan jumlah yang sangat banyak
di “ad Durrul Mantsuur” (5/256-257), dan saya tidak mengetahui baginya
ma`na disini, zhohirnya ini adalah lemah. Sedangkan ahli tahqiiq yang
tiga orang menyandarkannya kepada at Tirmidziy di nomor (2887) dan
membiarkannya demikian saja.
[3] Lihat : “Sunan at Tirmidziy (5/150).
[4] Berkata asy Syaikh al Albaaniy rahimahullahu Ta`aala : hadist
ini diriwayatkan oleh Maalik dan Ibnu as Sunniy dan Ibnu Hibban
di “shohihnya”, (6/312 no.2574 pent.), at Thobaraaniy di “al Mu`jamus
Shoghiir” (1/149) dan “al Ausath” (4/21 no.3509 pent).
Kemudian berkata as Syaikh al Albaaniy : padanya ada `an`anah al
Hasan al Bashriy, sedangkan pengembaliannya kepada Ibnu as Sunniy salah
atau tidak disengaja, sesungguhnya disisinya no.(668) dari jalan al
Hasan dari Abi Hurairah radhiallahu `anhu! Hadist ini juga dikeluarkan
oleh beliau di dalam “ad Dho`iifah” (14/293-296 no.6623); dan berkata
beliau : diriwayatkan dari hadist Abi Hurairah dan Jundub bin `Abdullah
dan `Abdullah bin Mas`uud dan Ma`qil bin Yasaar al Muzaniy radhiallahu
`anhum.
1. Adapun hadist Abi Hurairah : ini yang paling masyhuur;
dikeluarkan oleh ad Daarimiy (2/457), at Thoyaalisiy (2/23 no.1970),
Ibnu as Sunniy (217/268), al `Uqailiy di “ad Dhu`afaa” (1/203), Abu
Ya`laa (11/93-94), Ibnu `Adiy (1/416 dan 2/299), at Thobaraaniy di “al
Mu`jamus Shoghiir” (hal.82 Hindi), di “al Ausath” (4/304/3533), Abu
Nu`eiim di “al Hilyah” (2/159) dan di “Akhbaaru Ashbahaan” (1/252), al
Baihaqiy di “asy Syu`abu” (2/480/2462-2464), al Khathiib di “at Taarikh”
(3/253), Ibnul Jauziy di “al Maudhuu`aat” (1/247) dari berbagai jalan
dari al Hasan dari Abi Hurairah marfuu`an. Dan berkata Abu Nu`eiim :
“Hadist ini telah meriwayatkannya dari al Hasan segolongan dari kalangan
at Taabi`iin diantara mereka Yuunus bin `Ubeid dan Muhammad bin
Juhaadah.”
Berkata asy Syaikh al Albaaniy : “Dan yang paling terkuat sanad
diantara keduanya ialah yang kedua, sampai sampai as Sayuuthiy berkata
di “al Lalaaliy” (1/235) : “sanad hadist ini atas syarat (as Shohih).”
Kemudian beliau mengatakan : “Sebenarnya memang demikian; kalaulah
bukan al Hasan- dia adalah al Bashriy- yang dikenal dengan “tadliis”,
dan diperselisihkan tentang mendengarnya dia dari Abu Hurairah
radhiallahu `anhu, sebagaimana yang telah diceritakan oleh at
Thobaraaniy setelah menampilkan hadist ini beliau berkata : “Sungguh
dikatakan : sesungguhnya al Hasan tidak mendengar dari Abi Hurairah
radhiallahu `anhu, dan berkata sebahagian ahli `Ilmu : bahwa sungguh
sungguh dia telah mendengar darinya.”
Sedangkan yang telah ditetapkan oleh al Haafidz di dalam “at
Tahdziib” bahwa dia telah mendengar darinya sebahagian; akan tetapi ini
tidak ada mamfa`atnya bagi seorang rawi yang “mudallis” sampai dia betul
betul menshorehkan bahwa dia telah mendengar yang tidak akan
menimbulkan penafsiran yang lainnya lagi.”
Kata asy Syaikh al Baaniy : “Betul; diriwayat Abu Ya`laa
perkataannya : “Saya telah mendengar Aba Hurairah”; akan tetapi rawi
yang meriwayatkan darinya (dari al Hasan) Hisyaam bin Ziyaad- dia : Abul
Miqdaam al Madaniy; dia rawi “matruuk” (ditinggalkan)- sebagaimana yang
telah dikatakan oleh an Nasaaiiy dan adz Dzahaabiy dan al
`Atsqalaaniy-, yang jelas keadaannya tersembunyi bagi al Haafidz Ibnu
Katsiir; maka beliau berkata di “at Tafsiir” (3/563) : “sanad hadist ini
jaiyid (baik).
2. Adapun hadist Jundub bin `Abdillah : telah meriwayatkannya Muhammad bin Juhaadah dari al Hasan dari Jundub.”
Dikeluarkan oleh Ibnu Hibbaan (665-mawaarid).
`Illah(cacat)nya sama seperti yang telah dijelaskan di atas, Cuma
ditambahkan padanya perselisihan pada Muhammad bin Juhaadah dalam
sanadnya, kemudian pada al Hasan itu sendiri
3. Adapun hadist Ibnu Mas`uud radhiallahu `anhu : meriwayatkannya
Abu Maryam dari `Amr bin Murrah dari al Haarits bin Suweid dari Ibnu
Mas`uud.
Dikeluarkan oleh Abu Nu`eiim (4/130) dan berkata beliau : “Hadist
ghariib (dho`iif/lemah), tidak meriwayatkannya dari `Amr kecuali Abu
Maryam-dia adalah: `Abdul Ghaffaar bin al Qaasim-: kuufiyun dalam
hadistnya liin (kelemahan).”
Berkata asy Syaikh al Albaaniy : “Bahkan itu saja, lebih jelek dari
itu; sungguh telah berkata tentangnya Ibnul Madiiniy dan Abu Daawud :
“Dia pemalsu hadist.”
4. Dan adapun hadist Ma`qil bin Yasaar : meriwayatkannya Muslim bin
Ibraahim bin `Abdillah : telah menghadistkan kepada kami Abu `Umar ad
Dhariir : telah menghadistkan kepada kami al Mu`tamar bin Sulaimaan dari
bapaknya dari seorang lelaki dari Ma`qil.
Dikeluarkan oleh al Baihaqiy (2458).
Berkata asy Syaikh al Albaaniy rahimahullahu Ta`aala : “Sanad
hadist ini gelap; Muslim bin Ibraahim `Abdillah : saya tidak
mengenalnya, dan lelaki yang disebutkan dalam sanad hadist ini : majhuul
(tidak dikenal), tidak disebutkan namanya, dan saya kira dia adalah :
(Abu `Utsmaan-bukan an Nahdiy); sesungguhnya telah meriwayatkan al
Mu`tamar bin Sulaimaan dari bapaknya dari Ma`qil hadist yang lain
tentang keutamaan ((Yaasin)), hadist ini telah saya keluarkan dalam
kitab : “al Irwaa” (3/150-151) dan “al Misykaah” (1622), dan Abu
`Utsmaan rawi yang tidak dikenal,- dia bukan an Nahdiy rawi yang
terpecaya.”
Kesimpulan : Tidak terdapat pada jalan jalan hadist ini apa apa
yang memungkinkan untuk diberikan padanya satu hal menguatkannya,
sungguh telah diisyaratkan tentang demikian oleh al `Uqailiy dengan
perkataannya setelah menampilkan hadist ini : “Dan riwayat pada matan
seperti ini lemah”. Dan berkata ad Daaruquthniy : “Hadist ini
sesungguhnya telah diriwayatkan secara marfuu` dan mauquuf, dan tidak
satupun yang shohih”. Telah menuqilnya Ibnul Jauziy.
Sesungguhnya telah diriwayatkan hadist ini dengan lafazh-lafazh yang
lain pada sebahagiannya munkar yang bersangatan; bahkan sungguh bekas
pemalsuan atasnya jelas sekali, dan telah terdahulu sebahagiannya dengan
nomor : (169, 4634).
Peringatan : al Haafidz al Mundziriy telah menyandarkan hadist ini
didua tempat di “at Targhiib” (2/222,257) kepada Ibnu as Sunniy dan Ibnu
Hibbaan di “shohihnya” dari Jundub bin `Abdullah. Tidak ada sebenarnya
disisi Ibnu as Sunniy kecuali hadist Abu Hurairah radhiallahu `anhu;
seolah olah dia menggiringkan hadist Jundub kepadanya! Dan ini merupakan
sikap bermudah mudah yang tidak disenangi padanya. Dan juga beliau
menyandarkannya ditempat yang pertama kepada Maalik. Mudah mudahan saja
ketegelinciran pena, atau tambahan pada sebahagian munuskrip;
sesungguhnya saya tidak menemukannya di “al Muwattho`”- Inilah tujuan
penyandaran secara muthlaq kepadanya- dengan mencari bantuan atas
demikian itu dengan membuka daftar daftar pembahasan pada hari ini,
apakah yang khusus atau yang lebih umum. (“Silsilatul Ahaadiist ad
Dho`iifah wal Maudhuu`ah” 14/1/293-296 no.6623), karya al Imam al
Albaaniy rahimahullahu Ta`aala.
Hadits Keempat:
6844- (إني فرضت على أمتي قراءة ((يس)) كل ليلة، فمن داوم على قراءتها كل ليلة ثم مات، مات شهيدا).
Artinya :
“Sesungguhnya saya telah mewajibkan atas ummat saya membaca surah Yasin
setiap malam, maka barang siapa yang selalu membacanya setiap malam,
kemudian dia meninggal, meninggalnya dalam keadaan syahiid.”
Berkata asy Syaikh al Albaaniy : Hadist ini Maudhuu` (palsu).
Diriwayatkan oleh Abu asy Syaikh di “as Tsawab”, dari
jalannya asy Syaikh asy Syajriy di “al Amaaliy” (1/118) berkata : telah
menghadistkan pada kami Ibnu Abi `Aashim : telah menghadistkan pada
kami `Umar bin Hafsh al Washaabiy : telah menghadistkan pada kami Sa`iid
bin Muusaa : telah menghadistkan pada kami Rabaah bin Zaid dari Ma`mar
dari az Zuhriy dari Anas marfuu`.
As Sayuuthiy menampilkan riwayat ini di “Dzeilul
Ahaadiist al Maudhuu`ah” (hal.24) dari riwayat Abi asy Syaikh, kemudian
beliau berkata : “Sa`iid rawi yang dituduh”. Diakui oleh Ibnu `Iraaq di
“Tanziihus Syarii`ah” (1/267).
Dan dari jalan al Washaabiy disebutkan bahagian yang
kedua darinya- “barang siapa mengamalkannya terus menerus….”- at
Thobbaraaniy di “al Mu`jamus Shoghiir” (hal.210-Hindiyah), dari jalannya
al Khathiib di “at Taariikh) (3/245), dan berkata at Thobbaraaniy :
“menyendiri dengannya Sa`iid.” Berkata al Haitsamiy di “al Majma`”
(7/97) : “diriwayatkan oleh at Thobbaraaniy di “as Shoghiir”, padanya
ada Sa`iid bin Muusaa al Azdiy, dia pendusta.”
Baginya masih ada hadist hadist yang lain, maudhuu`
(palsu) sangat jelas kepalsuannya, salah satunya di “as Sunnah” oleh
Ibnu Abi `Aashim (1/305-306/696).
Telah lewat baginya hadist yang ketiga dengan no. 594. (ad Dho`iifah 14/2/789 no.6844).
Hadits Kelima:
Dan pada bab ini juga dari jalan Abu Bakr as Shiddiiq, tidak shohih dari sisi sanadnya, isnadnya lemah. [1]
وعن جندب رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : “من قرأ ((يس)) في ليلة ابتغاء وجه الله: غفر له.”
Artinya : Dari
Jundub radhiallahu `anhu berkata : berkata Rasulullahi Shollallahu
`alaihi wa Sallam : “Barang siapa yang membaca “Yaasin” pada malam hari
mencari Wajah Allah, Allah Tabaaraka wa Ta`aala mengampuni dosanya.” [2]
Berkata asy Syaikh al Baaniy rahimahullahu `Ta`aala : Hadist ini dho`iif (lemah).
Hadits Keenam:
169- (إن لكل شيء قلبا، وإن قلب القرآن (يس)، من قرأها: فكأنما قرآ القرآن عشر مرات).
Artinya :
“Sesungguhnya setiap sesuatu ada hatinya, dan sesungguhnya hati al
Quraan adalah ((Yaasin)), barang siapa yang membacanya; seolah-olah dia
telah membaca al Qur`aan sepuluh kali.”
Berkata asy Syaikh al Albaaniy rahimahullahu Ta`aala : Hadist ini maudhuu` (palsu).
Dikeluarkan oleh at Tirmidziy (4/46, ad Daarimiy
(2/456 dari jalan Humeid bin `Abdirrahman dari al Hasan bin Shoolih dari
Haarun Abi Muhammad dari Muqaatil bin Hibbaan dari Qataadah dari Anas
marfuu`an. Berkata at Tirmidziy : “Hadist ini hasan ghariib, kami tidak
mengetahuinya kecuali dari jalan ini, sedang Haarun abu Muhammad majhuul
(tidak dikenal), pada bab ini juga dari Abu Bakr as Shiddiiq, tidak
shohih, sebab sanadnya lemah, dan pada bab ini juga dari Abi Hurairah
radhiallahu `anhu.”
Berkata asy Syaikh al Albaaniy : demikian terdapat
pada kitab kami sunan at Tirmidziy; “Hasan ghariib”, dan dinuqil oleh al
Mundziriy dalam “at Targhiib” (2/322), dan al Haafidz Ibnu Katsiir di
“at Tafsiirnya” (3/563), al Haafidz di “at Tahdziib”, sesungguhnya
hadist ini lemah, sangat jelas kelemahannya, bahkan hadist ini maudhuu`
(palsu) dikarenakan Haarun, sungguh telah berkata al Haafidz ad Dzahabiy
ketika menjelaskan biografinya setelah dinukil dari at Tirmidziy dimana
beliau mengatakan dia rawi yang majhul : “saya berkata : saya
menuduhnya dengan apa yang telah diriwayatkan oleh al Qudhaa`iiy di
“Syihaabihi”, kemudian dia menampilkan baginya hadits ini”.
Berkata asy Syaikh al Albaaniy : dia pada no. (1035).
Di dalam “al `Ial” (2/55-56) oleh Ibnu Abi Haatim :
“Saya bertanya kepada bapak saya tentang hadist ini? Beliau menjawab :
Muqaatil ini, adalah Muqaatil bin Sulaimaan, saya melihat hadist ini di
awal kitab yang dikarang oleh Muqaatil bin Sulaimaan, hadist ini hadist
bathil tidak ada ashol baginya.”
Berkata asy Syaikh al Albaaniy : Demikian telah
dipastikan Abu Haatim-beliau al Imam al Hujjah- bahwa Muqaatil yang
disebutkan dalam sanad ini ialah ibnu Sulaimaan, namun demikian terdapat
di “sunan” at Tirmidziy dan ad Daarimiy “Muqaatil bin Hayyaan”;
sebagaimana yang saya lihat, moga-moga saja kesalahan sebahagian dari
para rawi. Disokong lagi bahwa hadist diriwayatkan oleh al Qadhaa`iiy;
telah lewat, demikian juga Abul Fath al Azdiy dari jalan Humeid ar
Ruaasiy dengan sanadnya yang telah lalu dari jalan Muqaatil dari
Qataadah dengannya. Seperti ini dikatakan : “dari Muqaatil”, tidak dia
sandarkan kepadanya, maka mengira sebahagian rawi bahwa dia adalah Ibnu
Hayyaan, disandarkan kepadanya, diantaranya al Azdiy sendiri, bahwasanya
disebutkan dari Waqii` bahwa beliau berkata tentang Muqaatil bin
Hayyaan : “disandarkan padanya kedustaan”.
Berkata ad Dzahabiy : “Demikian dikatakan oleh Abul
Fath, saya mengira samar-samar atasnya diantara Muqaatil bin Hayyaan
dengan Muqaatil bin Sulaimaan, sedangkan Ibnu Hayyaan shoduuq, kuat
dalam hadist, sedangkan yang dianggap dusta oleh Waqii` adalah Ibnu
Sulaimaan. Kemudian berkata Abul Fath ….”
Berkata al Imam al Albaaniy rahimahullahu Ta`aala :
“Maka dia tampilkan sanad hadist sebagaimana yang telah disebutkan
sebelum ini, kemudian al Imam ad Dzahabiy mengomentari dengan
perkataannya : Saya berkata : “yang benar dia adalah Muqaatil bin
Sulaimaan.”
Berkata asy Syaikh al Albaaniy : “Apabila dia benar
ibnu Sulaimaan; sebagaimana yang telah dibenarkan oleh ad Dzahabiy, dan
lebih dipertegas lagi oleh Abu Haatim, maka hadist ini adalah maudhu`u
(palsu) secara muthlaq; karena- maksud saya- Ibnu Sulaimaan- kadzaab
(sangat pendusta); sebagaimana yang telah dikatakan oleh Waqii` dan
selainnya.
Kemudian ketahuilah bahwa hadist Abi Bakar yang
diisyaratkan oleh at Tirmidziy lalu beliau lemahkan, saya belum
menemukan matannya, sedangkan hadist Abi Hurairah radhiallahu `anhu,
telah berkata al Haafidz Ibnu Katsiir : “Manzhuurun (dikeritik) fiihi
(padanya)”. Kemudian dia berkata : “Berkata Abu Bakar al Bazzaar : telah
menghadistkan kepada kami `Abdurrahman bin al Fadhl : telah
menghadistkan kepada kami Zaid bin al Habbaab: telah menghadistkan
kepada kami Humeid al Makkiy maulaa aali `Alqamah dari `Athoo bin Abi
Rabaah dari Abi Hurairah marfuu`an dengannya, tanpa perkataan : “barang
siapa yang membacanya….”, kemudian al Bazzaar berkata : Kami tidak
mengetahui yang meriwayatkannya kecuali Zaid dari Humeid.”
Berkata asy Syaikh al Albaaniy rahimahullahu Ta`aala :
Dan Humeid ini majhuul (tidak dikenal); sebagaimana telah dikatakan
oleh al Haafizh di “at Taqriib”, `Abdurrahmaan bin al Fadhl guru al
Bazzaar saya tidak mengetahuinya, dan hadistnya di “Kasyful Astaar”
dengan no.2304.
Dan hadist ini diantara hadist-hadist yang telah menghiasi as
Sayuuthiy kitabnya “al Jaami`us Shoghiir”, demikian juga as Shobuniy di
“mukhtashornya” (3/154), dia menda`wakan bahwa dia tidak menyebutkan
kecuali hadist yang shohih saja!, sekali-kali tidak; ini hanya da`waan
belaka! [3]——————————————–
[1] Lihat : “Sunan at Tirmidziy (5/150).
[2] Berkata asy Syaikh al Albaaniy rahimahullahu
Ta`aala : hadist ini diriwayatkan oleh Maalik dan Ibnu as Sunniy dan
Ibnu Hibban di “shohihnya”, (6/312 no.2574 pent.), at Thobaraaniy di “al
Mu`jamus Shoghiir” (1/149) dan “al Ausath” (4/21 no.3509 pent).
Kemudian berkata asy Syaikh al Albaaniy : padanya ada
`an`anah al Hasan al Bashriy, sedangkan pengembaliannya kepada Ibnu as
Sunniy salah atau tidak disengaja, sesungguhnya disisinya no.(668) dari
jalan al Hasan dari Abi Hurairah radhiallahu `anhu! Hadist ini juga
dikeluarkan oleh beliau di dalam “ad Dho`iifah” (14/293-296 no.6623);
dan berkata beliau : diriwayatkan dari hadist Abi Hurairah dan Jundub
bin `Abdullah dan `Abdullah bin Mas`uud dan Ma`qil bin Yasaar al Muzaniy
radhiallahu `anhum.
1. Adapun hadist Abi Hurairah : ini yang paling
masyhuur; dikeluarkan oleh ad Daarimiy (2/457), at Thoyaalisiy (2/23
no.1970), Ibnu as Sunniy (217/268), al `Uqailiy di “ad Dhu`afaa”
(1/203), Abu Ya`laa (11/93-94), Ibnu `Adiy (1/416 dan 2/299), at
Thobaraaniy di “al Mu`jamus Shoghiir” (hal.82 Hindi), di “al Ausath”
(4/304/3533), Abu Nu`eiim di “al Hilyah” (2/159) dan di “Akhbaaru
Ashbahaan” (1/252), al Baihaqiy di “as Syu`abu” (2/480/2462-2464), al
Khathiib di “at Taarikh” (3/253), Ibnul Jauziy di “al Maudhuu`aat”
(1/247) dari berbagai jalan dari al Hasan dari Abi Hurairah marfuu`an.
Dan berkata Abu Nu`eiim : “Hadist ini telah meriwayatkannya dari al
Hasan segolongan dari kalangan at Taabi`iin diantara mereka Yuunus bin
`Ubeid dan Muhammad bin Juhaadah.”
Berkata asy Syaikh al Albaaniy : “Dan yang paling
terkuat sanad diantara keduanya ialah yang kedua, sampai sampai as
Sayuuthiy berkata di “al Lalaaliy” (1/235) : “sanad hadist ini atas
syarat (as Shohih).”
Kemudian beliau mengatakan : “Sebenarnya memang
demikian; kalaulah bukan al Hasan- dia adalah al Bashriy- yang dikenal
dengan “tadliis”, dan diperselisihkan tentang mendengarnya dia dari Abu
Hurairah radhiallahu `anhu, sebagaimana yang telah diceritakan oleh at
Thobaraaniy setelah menampilkan hadist ini beliau berkata : “Sungguh
dikatakan : sesungguhnya al Hasan tidak mendengar dari Abi Hurairah
radhiallahu `anhu, dan berkata sebahagian ahli `Ilmu : bahwa
sungguh-sungguh dia telah mendengar darinya.”
Sedangkan yang telah ditetapkan oleh al Haafidz di
dalam “at Tahdziib” bahwa dia telah mendengar darinya sebahagian; akan
tetapi ini tidak ada mamfa`atnya bagi seorang rawi yang “mudallis”
sampai dia betul-betul menshorehkan bahwa dia telah mendengar yang tidak
akan menimbulkan penafsiran yang lainnya lagi.”
Kata asy Syaikh al Baaniy : “Betul; diriwayat Abu
Ya`laa perkataannya : “Saya telah mendengar Aba Hurairah”; akan tetapi
rawi yang meriwayatkan darinya (dari al Hasan) Hisyaam bin Ziyaad- dia :
Abul Miqdaam al Madaniy; dia rawi “matruuk” (ditinggalkan)- sebagaimana
yang telah dikatakan oleh an Nasaaiiy dan adz Dzahaabiy dan al
`Atsqalaaniy-, yang jelas keadaannya tersembunyi bagi al Haafidz Ibnu
Katsiir; maka beliau berkata di “at Tafsiir” (3/563) : “sanad hadist ini
jaiyid (baik).”
2. Adapun hadist Jundub bin `Abdillah : telah meriwayatkannya Muhammad bin Juhaadah dari al Hasan dari Jundub.”
Dikeluarkan oleh Ibnu Hibbaan (665-mawaarid).
`Illah (cacat)nya sama seperti yang telah dijelaskan
di atas, Cuma ditambahkan padanya perselisihan pada Muhammad bin
Juhaadah dalam sanadnya, kemudian pada al Hasan itu sendiri.
3. Adapun hadist Ibnu Mas`uud radhiallahu `anhu :
meriwayatkannya Abu Maryam dari `Amr bin Murrah dari al Haarits bin
Suweid dari Ibnu Mas`uud.
Dikeluarkan oleh Abu Nu`eiim (4/130) dan berkata beliau : “Hadist
ghariib (dho`iif/lemah), tidak meriwayatkannya dari `Amr kecuali Abu
Maryam-dia adalah: `Abdul Ghaffaar bin al Qaasim-: kuufiyun dalam
hadistnya liin (kelemahan).”
Berkata asy Syaikh al Albaaniy : “Bahkan itu saja,
lebih jelek dari itu; sungguh telah berkata tentangnya Ibnul Madiiniy
dan Abu Daawud : “Dia pemalsu hadist.”
4. Dan adapun hadist Ma`qil bin Yasaar :
meriwayatkannya Muslim bin Ibraahim bin `Abdillah : telah menghadistkan
kepada kami Abu `Umar ad Dhariir : telah menghadistkan kepada kami al
Mu`tamar bin Sulaimaan dari bapaknya dari seorang lelaki dari Ma`qil.
Dikeluarkan oleh al Baihaqiy (2458).
Dikeluarkan oleh al Baihaqiy (2458).
Berkata asy Syaikh al Albaaniy rahimahullahu Ta`aala :
“Sanad hadist ini gelap; Muslim bin Ibraahim `Abdillah : saya tidak
mengenalnya, dan lelaki yang disebutkan dalam sanad hadist ini : majhuul
(tidak dikenal), tidak disebutkan namanya, dan saya kira dia adalah :
(Abu `Utsmaan-bukan an Nahdiy); sesungguhnya telah meriwayatkan al
Mu`tamar bin Sulaimaan dari bapaknya dari Ma`qil hadist yang lain
tentang keutamaan ((Yaasin)), hadist ini telah saya keluarkan dalam
kitab : “al Irwaa” (3/150-151) dan “al Misykaah” (1622), dan Abu
`Utsmaan rawi yang tidak dikenal,- dia bukan an Nahdiy rawi yang
terpecaya.”
Kesimpulan : Tidak terdapat pada jalan jalan hadist
ini apa-apa yang memungkinkan untuk diberikan padanya satu hal
menguatkannya, sungguh telah diisyaratkan tentang demikian oleh al
`Uqailiy dengan perkataannya setelah menampilkan hadist ini : “Dan
riwayat pada matan seperti ini lemah”. Dan berkata ad Daaruquthniy :
“Hadist ini sesungguhnya telah diriwayatkan secara marfuu` dan mauquuf,
dan tidak satupun yang shohih”. Telah menuqilnya Ibnul Jauziy.
Sesungguhnya telah diriwayatkan hadist ini dengan
lafazh lafazh yang lain pada sebahagiannya munkar yang bersangatan;
bahkan sungguh bekas pemalsuan atasnya jelas sekali, dan telah terdahulu
sebahagiannya dengan nomor : (169, 4634).
Peringatan : al Haafidz al Mundziriy telah
menyandarkan hadist ini didua tempat di “at Targhiib” (2/222,257) kepada
Ibnu as Sunniy dan Ibnu Hibbaan di “shohihnya” dari Jundub bin
`Abdullah. Tidak ada sebenarnya disisi Ibnu as Sunniy kecuali hadist Abu
Hurairah radhiallahu `anhu; seolah-olah dia menggiringkan hadist Jundub
kepadanya! Dan ini merupakan sikap bermudah mudah yang tidak disenangi
padanya. Dan juga beliau menyandarkannya ditempat yang pertama kepada
Maalik. Mudah-mudahan saja ketegelinciran pena, atau tambahan pada
sebahagian munuskrip; sesungguhnya saya tidak menemukannya di “al
Muwattho`”- Inilah tujuan penyandaran secara muthlaq kepadanya- dengan
mencari bantuan atas demikian itu dengan membuka daftar-daftar
pembahasan pada hari ini, apakah yang khusus atau yang lebih umum.
(“Silsilatul Ahaadiist ad Dho`iifah wal Maudhuu`ah” 14/1/293-296
no.6623), karya al Imam al Albaaniy rahimahullahu Ta`aala.)
[3] Lihat : “Silsilatul Ahaadiist ad Dho`iifah wal
Maudhuu`ah”, karya al Imam al Albaaniy rahimahullahu Ta`aala, (1/212-214
no.169).
http://tazhimussunnah.com/index.php?option=com_content&task=view&id=30&Itemid=32Sumber : Buletin Jum’at Ta’zhim As-Sunnah Edisi XI Sya’ban 1428 H
http://www.tazhim-assunnah.co.nr/
0 komentar:
Posting Komentar